Secaraumum, berikut syarat yang harus dimiliki wajib pajak PKP: - NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) - EFIN (Electronic Filing Identification Number) - Sertifikat Elektronik. - Faktur Pajak Masukan/bukti pemotongan pajak. - Faktur Pajak Keluaran/bukti pemungutan pajak.
Perbedaan Faktur Pajak Masukan dan Keluaran serta Contoh Faktur Pajak Masukan adalah bagian terpenting bagi PKP untuk dapat mengkreditkan atau restitusi PPN. Ketahui perbedaan Faktur Pajak Masukan dan Faktur Pajak Keluaran, pengertian faktur pajak keluaran adalah serta contoh faktur pajak masukan dan keluaran dalam blog berikut. Meski sama-sama merupakan Faktur Pajak, namun antara Faktur Pajak Masukan dan Keluaran beda. Faktur Pajak Masukan dan Keluaran jadi komponen untuk mengelola Pajak Pertambahan Nilai PPN. Apa sih perbedaan Faktur Pajak Masukan dan Faktur Pajak Keluaran? Bagaimana juga cara hitung PPN untuk membuat Faktur Pajak Keluaran ini? Terus simak penjelasannya di bawah ini, Mekari Klikpajak akan mengulas selengkapnya mulai dari pengertian Faktur Pajak Keluaran adalah dan Faktur Pajak Masukan adalah, perbedaan pajak masukan dan pajak keluaran, serta contoh faktur masukan dan keluaran untuk Anda. Sehingga bagi Anda yang baru terjun mengurus perpajakan perusahaan atau pajak bisnis dapat memahami dan mengelolanya dengan baik. Sebab setiap perusahaan atau pengusaha yang statusnya sebagai Pengusaha Kena Pajak PKP, tentu erat kaitannya dengan pembuatan Faktur Keluaran dan mengelola Pajak Masukan. Karena berbagai transaksi pembelian maupun penjualan barang dan jasa kena pajak akan disertai Faktur Pajak. Faktur Pajak ini sebagai bukti pemungutan atau pemotongan Pajak Pertambahan Nilai PPN, yang mana pemungutan tersebut harus disetorkan ke kas negara. Namun PKP juga dapat diuntungkan dengan adanya Faktur Pajak Masukan yang dikelolanya karena dapat mengurangi setoran PPN Terutang bahkan dapat mengajukan pengembalian atau restitusi pajak. Sebelum lebih lanjut masuk pada pembahasan perbedaan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran, akan sedikit mengulas penjelasan umum tentang Faktur Pajak juga secara khusus Faktur Pajak Masukan adalah begitu juga dengan faktur pajak keluaran. Apa itu Faktur Pajak dan Fungsinya? Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak PKP yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak BKP dan/atau Jasa Kena Pajak JKP. Pengertian faktur pajak ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak PPN Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah PPnBM. Lalu apa fungsi Faktur Pajak ini? Masih berdasarkan UU PPN, fungsi Faktur Pajak terbagi menjadi dua, yaitu Faktur Pajak berfungsi sebagai bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP Penjual atau Pengusaha Jasa Faktur Pajak berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak kepada PKP yang menyerahkan barang kena pajak atau jasa kena pajak Faktur Pajak juga berfungsi sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan Artinya, Faktur Pajak dibuat oleh PKP Penjual saat menjual barang atau jasa pada lawan transaksi dalam hal ini pembeli bisa PKP Pembeli maupun pembeli Non PKP. PPN Terutang dalam faktur pajak tersebut harus disetorkan atau dibayarkan ke kas negara atau sebaliknya dapat dijadikan kredit pajak. Apakah PPN Terutang itu harus disetorkan atau justru dijadikan kredit pajak, inilah yang jadi dasar pembahasan dari perbedaan Faktur Pajak Masukan dan Keluaran. Baca Juga Contoh Perhitungan PPN Kurang Bayar, PPN Lebih Bayar dan PPN Nihil Kaitan PPN dan Faktur Pajak Seperti yang sudah disebutkan, bicara Faktur Pajak Masukan maupun Faktur Pajak Keluaran, tak lepas dari yang namanya Pajak Pertambahan Nilai PPN. Sebab Faktur Pajak dibuat sebagai pencatatan transaksi barang dan jasa kena kena PPN oleh PKP. Mengingat, salah satu kewajiban sebagai wajib pajak pribadi maupun wajib pajak badan yang berstatus PKP adalah mengelola Faktur Pajak, yakni memungut atau memotong PPN atas transaksi barang/jasa yang dilakukannya. Setiap faktur atau invoice atas transaksi barang maupun jasa yang dikenai PPN, maka wajib dibuatkan Faktur Pajak-nya. Tarif PPN Terbaru sesuai UU HPP Besar tarif PPN dalam Pasal 7 UU Nomor 42 Tahun 2009 adalah Tarif PPN 10% Tarif PPN untuk ekspor Barang Kena Pajak berwujud dan tidak berwujud serta ekspor Jasa Kena Pajak adalah 0% Tarif PPN dapat berubah paling rendah 5% dan paling tinggi 15% sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah PP Seperti diketahui, besar tarif PPN telah diubah melalui UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Selengkapnya baca di sini mengenai Kenaikan Tarif PPN Terbaru dalam UU HPP Tahun 2021. Jenis dan Macam-Macam Faktur Pajak Secara garis besar menurut Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai UU PPN, jenis Faktur Pajak dibagi menjadi tiga yakni a. Jenis Faktur Pajak Standar Faktur Pajak Standar adalah faktur pajak yang paling sedikit memuat keterangan Nama, alamat Nomor Pokok Wajib Pajak NPWP yang menyerahkan BKP/JKP Nama, alamat, NPWP pembeli atau penerima BKP/JKP Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga PPN yang dipungut PPnBM yang dipungut Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak Nama, jabatan, tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak Untuk ketentuan terbaru tentang pembuatan Faktur Pajak diatur dalam UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. b. Jenis Faktur Pajak Sederhana Faktur Pajak Sederhana adalah faktur pajak atas penyerahan BKP atau JKP yang ketentuannya sebagai berikut Dibuat dalam hal penyerahan BKP/JKP dilakukan oleh konsumen akhir, pembeli BKP/penerima JKP yang nama atau alamat dan NPWP tidak diketahui Pembuatannya tidak memerlukan izin dari siapa pun Berupa bon kontan, faktur penjualan, karcis, kuitansi, segi kas register, dan sejenisnya Minimal mencantumkan nama, alamat dan NPWP si pembuat, jenis dan kuantum BKP/JKP, harga penyerahan termasuk PPN atau ditulis terpisah, tanggal pembuatan faktur pajak Dibuat rangkap dua, atau lembar dengan pertinggal berupa potongan/bagian dari Faktur Pajak Sederhana yang diserahkan kepada pembeli potongan/penerima jasa, seperti pada umumnya yang terjadi pada karcis Kelemahan Faktur Pajak sederhana adalah Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan Dibuat paling lambat pada saat penyerahan BKP/JKP atau paling lambat pada saat pembayaran dalam hal pembayaran diterima sebelum dilakukan penyerahan. c. Jenis Dokumen Lain Sama Seperti Faktur Pajak Standar Melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2021, DJP menambah jumlah Dokumen Tertentu yang Kedudukannya Dipersamakan dengan Faktur. Jumlah Dokumen Lain yang dipersamakan dengan Faktur Pajak terbaru menjadi sebanyak 25 dokumen tertentu. Temukan di sini Jenis Dokumen yang Dipersamakan dengan Faktur Pajak Terbaru. Perlu diperhatikan, sebagai pelaku usaha ekspor-impor yang mengelola dokumen lain yang dipersamakan dengan faktur pajak juga perlu tahu Cara Input PIB di e-Faktur yang Benar d. Macam-macam Faktur Pajak Faktur keluaran Faktur Pajak Keluaran adalah Faktur Pajak yang dibuat oleh PKP pada saat melakukan penjualan barang atau JKP yang tergolong dalam bawang mewah. Faktur masukan Faktur Pajak Masukan adalah Faktur Pajak yang didapatkan oleh PKP ketika melakukan pembelian BKP atau JKP dari PKP lain. Faktur pengganti Faktur Pajak Pengganti adalah faktur pajak pengganti dari Faktur Pajak yang telah terbit sebelumnya karena terdapat kesalahan pengisian, kecuali pengisian NPWP. Sehingga harus dilakukan pembetulan agar sesuai keadaan yang sebenarnya. Faktur gabungan Faktur Pajak Gabungan adalah Faktur Pajak yang dibuat oleh PKP yang meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli BKP/JKP yang sama selama satu bulan kalender. Jadi, Faktur Pajak ini dikumpulkan terlebih dahulu selama satu bulan untuk transaksi dari PKP yang sama. Faktur digunggung Faktur Pajak Digunggung adalah Faktur Pajak yang tidak diisi dengan identitas pembeli, nama dan tanda tangan penjual. Faktur Pajak Digunggung atau PPN digunggung ini hanya boleh dibuat oleh PKP pedagang eceran. Faktur pajak cacat Faktur pajak cacat adalah faktur pajak yang tidak diisi secara benar, lengkap, jelas dan atau tidak diberikan tanda tangan. Jadi jika ada kesalahan pengisian kode dan nomor seri, maka dianggap cacat dan pembetulan bisa dilakukan dengan membuat faktur pajak pengganti. Faktur pajak batal Faktur pajak batal adalah faktur pajak yang dibatalkan karena adanya pembatalan transaksi dan ketika ada kesalahan pengisian NPWP. Biar makin untung, Manfaatkan Cara agar Barang Impor Bebas PPN Bea Masuk Contoh Faktur Pajak elektronik Perbedaan Faktur Pajak Masukan dan Pajak Keluaran Adalah Sebagai Berikut! Setelah memahami jenis dan macamnya, selanjutnya yang penting untuk dipahami setiap PKP adalah perbedaan Faktur Pajak Masukan dan Keluaran. Faktur Pajak Masukan adalah Faktur Pajak yang dibayar oleh PKP atas Perolehan BKP/JKP Pemanfaatan BKP/JKP tidak berwujud dari luar daerah pabean Impor BKP telah dipungut oleh PKP pada saat pembelian BKP/JKP dalam masa pajak tertentu. Maksudnya, ketika PKP membeli barang atau jasa yang dikenakan PPN, artinya PKP Pembeli tersebut telah membayar PPN yang dipungut oleh lawan transaksi dalam hal ini PKP Penjual. Dari pembelian barang/jasa kena PPN yang dipotong oleh PKP Penjual tersebut, PKP Pembeli mendapatkan Faktur Pajak yang diterbitkan PKP Penjual, dan transaksi tersebut menjadi Faktur Pajak Masukan PPN Masukan bagi PKP Pembeli. PPN Masukan atau Pajak Masukan ini dapat dijadikan sebagai kredit pajak oleh PKP Pembeli atau pengurang pajak dari sisa pajak terutang, apabila Pajak Masukan lebih besar dari Pajak Keluaran. Pajak Masukan atau PPN Masukan yang lebih besar itu bisa dikompensasikan ke masa pajak berikutnya. Sebaliknya, jika dalam masa pajak tersebut ternyata Pajak Keluaran lebih besar, maka kelebihan Pajak Keluaran itu harus disetorkan ke kas negara. Faktur Pajak Keluaran adalah Faktur Pajak yang dipungut oleh PKP saat melakukan Penyerahan penjualan BKP/JKP Ekspor BKP berwujud Ekspor BKP/JKP tidak berwujud Artinya, apabila PKP Penjual melakukan penyerahan atau menjual barang atau jasa kena PPN, wajib membuat Faktur Pajak dan memberikannya ke PKP Pembeli. Faktur Pajak yang dibuat dan diserahkan pada PKP Pembeli atau dibuat oleh PKP Penjual inilah disebut Faktur Pajak Keluaran. Sebab PKP Penjual harus memungut atau memotong PPN atas transaksi tersebut dan menyetorkan pemungutan/pemotongan tersebut apabila PPN Terutang lebih besar dibanding Pajak Masukan. Baca Juga NSFP Berlaku Setahun. Ini Cara Pengembalian Nomor Seri Faktur Pajak Karena Faktur Pajak kaitannya dengan perhitungan PPN, artinya yang dihitung dalam Faktur Pajak masukan dan Faktur Pajak Keluaran ini adalah perhitungan pajak pertambahan nilainya. Untuk mengetahui berapa besar PPN Terutang yang harus dibayarkan/disetorkan atau justru PPN Terutang itu dapat dikreditkan, harus dihitung terlebih dahulu berapa besar Pajak Keluaran dan Pajak Masukannya. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, apabila Faktur Pajak Masukan lebih besar dibanding Faktur Pajak Keluaran, maka PKP dapat mengkreditkan PPN Masukan tersebut untuk masa pajak berikutnya. Atau apabila Faktur Pajak Keluaran lebih besar dibanding Faktur Pajak Masukan, maka PKP wajib menyetorkan PPN Terutang ke kas negara. Jadi, sebelum mengetahui berapa besar PPN Terutang yang harus dibayarkan atau justru PPN Terutang tersebut dapat menjadi pengurang pajak untuk bisa mengkreditkan PPN, harus menghitung terlebih dahulu dengan cara mengurangkan antara Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran. Baca Juga Cara Membuat Dokumen Lain Pajak Keluaran di eFaktur a. Contoh Faktur Pajak Masukan PT AAA memiliki pabrik pakaian sebagai PKP membeli kain bahan dari pabrik kain PT BBB senilai Rp200 juta. Ditambah PPN 11%, dari Rp200 juta adalah Rp22 juta. Maka total pembelian kain oleh pabrik pakain PT AAA menjadi Rp222 juta. PPN Rp22 juta tersebut dipotong oleh pabrik kain PT BBB dan disetorkan ke negara. Karena telah memotong PPN 11%, maka pabrik kain PT BBB menerbitkan bukti potong berupa Faktur Pajak Keluaran yang diberikan kepada pabrik pakaian PT AAA. Dengan demikian pabrik pakaian PT AAA memiliki bukti sah bahwa ia telah membayar PPN saat membeli kain tersebut. Dari sebuah bukti potong dalam Faktur Pajak Keluaran yang diberikan pabrik kain PT BBB inilah, bagi PT AAA menjadi Faktur Pajak Masukan. Dengan demikian, PT AAA bisa menggunakan Faktur Pajak Masukan tersebut untuk mengurangi PPN Terutang yang harus disetorkan ke negara, mengingat sebagai PKP penjual pakaian, tentunya juga menerbitkan Faktur Pajak Keluaran pada saat menjual pakaian ke PKP pembeli produknya. Seperti penjelasan di atas, jika Pajak Masukan lebih besar dibanding Pajak Keluaran, maka PT AAA dapat mengkreditkan PPN pada saat pelaporan SPT Masa PPN di e-Faktur. Contoh Faktur Pajak Masukan b. Contoh Faktur Pajak Keluaran Melanjutkan ilustrasi di atas, pabrik pakaian PT AAA mengolah kain yang dibelinya dari pabrik kain PT BBB menjadi pakaian siap pakai dan menghasilkan 2000 pcs. Harga pakaian tersebut dengan harga per buah. Kemudian PT AAA menjual seluruh pakaian tersebut ke distributor pakaian PT CCC. Dengan demikian, PT AAA harus memungut PPN dari PT CCC atas pembelian pakaian tersebut. Karena telah memungut PPN dari PT CCC, maka PT AAA wajib membuat bukti potong berupa Faktur Pajak Keluaran yang diberikan kepada PT CCC. Maka perhitungan PPN Keluaran yang dipungut PT AAA kepada PT CCC adalah Harga 1 pakaian = Penjualan 2000 buah pakaian = 2000 x = PPN 10% = x 10% = Dengan demikian, PPN sebesar yang dipungut dari PT CCC ini merupakan Pajak Keluaran yang harus disetorkan pabrik pakaian PT AAA ke kas negara. Selengkapnya perhitungan Faktur Pajak Masukan dan Pajak Keluaran lainnya dalam contoh PPN Masukan dan PPN Keluaran berikut ini. Temukan juga di sini Apa Saja Kemudahan Cara Membuat Faktur Pajak Keluaran di e-Faktur Klikpajak? Contoh Faktur Pajak Keluaran Ketentuan dan Cara Pengelolaan Faktur Pajak Masukan dan Keluaran Merujuk pasal 13 UU PPN Nomor 42/2009 bahwa kewajiban pembuatan Faktur Pajak ini tetap berlaku meski lawan transaksi atau pembeli dari PKP tidak memiliki NPWP. Namun sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-16/PJ/2014, NPWP pembeli BKP/JKP jadi salah satu persyaratan formal yang harus dicantumkan dalam Faktur Pajak. Maka melalui Perdirektur-jenderal No. PER-26/PJ/2017, kolom NPWP bagi pembeli orang pribadi yang tidak memiliki NPWP bisa diisi dengan angka Dengan demikian model ini sering disebut Faktur Pajak 000. Ketika PKP mendapatkan Faktur Pajak Keluaran dari lawan transaksi, maka yang dilakukan adalah memasukkan atau input data Faktur Pajak Keluaran tersebut ke e-Faktur. Karena Faktur Pajak Keluaran tersebut sudah di tangan PKP yang mendapatkannya atas pembelian bara/jasa kena PPN, maka Faktur Pajak Keluaran tersebut berfungsi menjadi Faktur Pajak Masukan. Sehingga bagi PKP pembeli yang telah menerima Faktur Pajak Keluaran tersebut istilahnya menjadi Faktur Masukan yang harus di-input dalam e-Faktur. Bagaimana contoh cara input Faktur Pajak Masukan dan cara membuat Faktur Pajak Keluaran? Berikut berbagai cara input Faktur Pajak Masukan dan kelola Pajak Keluaran 1. Input Data Faktur Masukan dan Membuat Faktur Pajak Keluaran 2. Membuat Faktur Pajak Masukan Pengganti dan Keluaran 3. Membatalkan Faktur Masukan dan Keluaran 4. Hapus Draft Pajak Masukan dan Keluaran 5. Membuat Retur Faktur Pajak Masukan dan Keluaran 6. Batalkan Retur Faktur Masukan dan Keluaran 7. Hapus Retur Faktur Pajak Masukan dan Keluaran Langkah-langkah cara kelola Pajak Masukan dan Pajak Keluaran dari poin 1-7 tersebut selengkapnya baca Panduan Lengkap Mengelola Faktur Pajak Masukan dan Faktur Pajak Keluaran di e-Faktur. 8. Cara Impor Faktur Masukan dari DJP dan Riwayat Impor Sebelumnya Selengkapnya untuk tutorialnya baca Cara Impor Faktur Pajak Masukan dari DJP dan Cara Impor Faktur Masukan dari Riwayat Impor Sebelumnya di sini. 9. Cara Input Faktur Pajak Masukan dengan Scan QR via Mobile Web Selengkapnya berikut ini tutorial langkah-langkah Cara Input Faktur Pajak Masukan dengan Scan QR Code via Mobile Web. 10. Cara Input Dokumen Lain Pajak Masukan Seperti diketahui, ada jenis dokumen lain yang disamakan dengan faktur pajak masukan, sehingga PKP yang melakukan transaksi atas dokumen lain ini dapat menggunakannya sebagai pajak masukan. Berikut ini adalah Cara Input Dokumen Lain Pajak Masukan di e-Faktur 11. Cara Input Dokumen Lain Pajak Masukan PIB Bagi importir yang melakukan transaksi impor, akan mendapatkan PIB yang mana dokumen lain ini dapat menjadi Pajak Masukan. Bagaimana cara kelola pajak masukan dari dokumen PIB ini? Selengkapnya ikuti langkah-langkah berikut ini untuk Cara Input PIB dan Pengisian Dokumen PIB di e-Faktur. atau Saya Mau Tanya Ke Sales Klikpajak Sekarang! Status Faktur Pajak yang Dibuat di eFaktur Dalam pembuatan Faktur Pajak elektronik di eFaktur, terdapat beberapa keterangan yang menunjukkan status dari Faktur Pajak yang dikelola. Setidaknya, berikut ini keterangan pada status eFaktur pada saat proses pengelolaannya 1. Status Normal Status normal artinya Faktur Pajak yang dibuat merupakan Faktur Pajak normal, bukan pembetulan ataupun penggantian. 2. Status Batal Sedangkan untuk status batasl artinya Faktur Pajak yang dibuat dibatalkan karena beberapa hal seperti pembatalan transaksi atau penyebab lain yang menyebabkan harus dibatalkan. 3. Status Pengganti Status pengganti pada faktur pajak yang dibuat artinya dilakukan penggantian Faktur Pajak karena danya kesalahan memasukkan data atau keterangan jenis barang, harga, jumlah barang maupun nominal. Namun faktur pengganti ini hanya dibuat ketika faktur pajak normal yang sebelumnya dibuat telah disetujui oleh DJP atau telah berstataus approved. 4. Status Approval Status approval atau validasi Faktur Pajak yang dikelola ini terdiri dari beberapa status lanjutan, yakni Menunggu Status Faktur Pajak yang dibuat menunggu validasi dari DJP. Ditolak Status Faktur Pajak yang dibuat ditolak DJP karena berbagai hal, seperti masalah NSFP, urutan nomor faktur tidak sesuai, transaksi tidak sesuai. Disetujui / Approved Status Faktur Pajak sudah valid atau telah disetujui DJP dengan keterangan “Approved”. Proses Rekonsiliasi Pajak Sebelum Bayar PPN Terutang atau Mengkreditkan PPN Dalam mengekola Faktur Pajak, sebelum dapat mengetahui berapa besar PPN Terutang harus disetorkan atau justru dapat mengkreditkan kelebihan PPN Masukan, proses yang harus dilakukan PKP adalah melakukan rekonsiliasi pajak masukan dan pajak keluaran. Tahukah? Anda tidak perlu ribet melakukan rekonsiliasi pajak dengan cara mencocokkan satu persatu secara manual. Karena Anda dapat melakukan rekonsiliasi pajak masukan dan pajak keluaran secara otomatis langsung dari laporan keuangan transaksi faktur/invoice yang diterbitkan. Cara Rekonsiliasi Pajak Masukan Otomatis Cara Rekonsiliasi Pajak Keluaran Otomatis Mengingat ada banyak proses yang harus dilakukan dalam mengelola Faktur Pajak elektronik, maka membutuhkan tools yang dapat memudahkan sebagai simplifikasi proses pengelolaan e-Faktur. Salah satunya adalah sistem pendukung pengelolaan eFaktur yang terintegrasi yakni fitur multi user, yang mana beberapa tim pengelola administrasi perpajakan suatu perusahaan dapat mengelola pajak secara bersamaan melalui perangkat yang berbeda. Begitu juga jika ternyata administrasi perpajakan yang dikelola merupakan perusahaan grup, maka butuh fitur yang dapat mengakomodir pengelolaan NPWP dari masing-masing perusahaan yang dikelola secara bersamaan. Sehingga proses mengelola Faktur Pajak dapat lebih efektif dan efisien. Semua itu dapat ditemukan dalam fitur multi user dan multi NPWP atau multi company Klikpajak. Pelajari cara kerja fitur ini selengkapnya pada artikel Fitur Klikpajak Multi User & Multi Company Cara Efektif Kelola Pajak Bisnis, Gratis! Kelola eFaktur Lebih Mudah dengan Aplikasi Pajak Online Klikpajak Itulah penjelasan tentang perbedaan Faktur Pajak Masukan dan Keluaran. Jadi, singkatnya adalah Faktur Pajak Masukan diterima oleh PKP Pembeli, sedangkan Faktur Pajak Keluaran adalah dikeluarkan atau diterbitkan oleh PKP Penjual barang/jasa kena PPN atau PPnBM. Melalui Mekari Klikpajak, Anda dapat lebih mudah kelola pajak bisnis karena Fitur Lengkap Aplikasi Pajak Online Klikpajak. Tunggu apalagi? Segera aktifkan akun Klikpajak Anda sekarang juga dan urus pajak perusahaan dengan cara yang efektif dan efisien! Saya Mau Coba Gratis Klikpajak Sekarang!
Sebaliknya apabila dalam masa pajak tersebut pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran, kelebihan pajak masukan dapat dikompensasikan ke masa pajak berikutnya atau dimintakan restitusi. Pajak Keluaran. Pajak keluaran adalah pajak yang dikenakan atas penjualan barang kena pajak yang ditambahkan sebesar 10% dari harga jual. Pajak keluaran KAMUS PAJAK Nora Galuh Candra Asmarani Rabu, 12 Agustus 2020 1401 WIB PAJAK pertambahan nilai PPN pada prinsipnya merupakan pajak atas konsumsi barang dan jasa yang dibebankan kepada konseumen akhir. Sebagai pajak konsumsi yang menyasar konsumen akhir, PPN tidak dimaksudkan untuk dibebankan kepada pengusaha kena pajak PKP yang melakukan penyerahan. Guna memastikan beban PPN tidak ditanggung oleh PKP, PKP diberikan hak untuk mengkreditkan pajak masukan. Mekanisme tersebut membuat PKP dapat memperhitungkan pajak masukan yang telah ia bayar dengan pajak keluaran yang telah ia pungut. Simak Kamus “Apa Itu Pajak Masukan?” Apabila pajak keluaran lebih besar dari pajak masukan maka kelebihan pajak keluaran tersebut harus disetorkan kepada kas negara. Sebaliknya, apabila pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran maka kelebihan pajak masukan tersebut dapat dikompensasikan ke masa pajak berikutnya atau dimintakan restitusi. Lantas, sebenarnya apakah yang dimaksud dengan pajak keluaran? Definisi MERUJUK IBFD International tax Glossary 2015 output tax/ouput value add tax VAT atau pajak keluaran adalah PPN yang harus dibayarkan kepada otoritas pajak oleh pengusaha atas penyerahan barang atau jasa untuk pihak ketiga. Sementara itu, Kath Nithingale 2002 mendefinisikan pajak keluaran sebagai PPN yang harus dikenakan atas penyerahan barang atau jasa kena pajak yang dilakukan oleh pengusaha kena pajak. Umumnya, pajak keluaran dihitung dengan menerapkan tarif PPN pada harga jual yang belum termasuk pajak. Berdasarkan Pasal 1 angka 25 UU PPN, pajak keluaran adalah PPN terutang yang wajib dipungut oleh PKP yang melakukan penyerahan barang kena pajak BKP atau jasa kena pajak JKP, eskpor BKP berwujud/tidak berwujud, dan/atau ekspor JKP. Secara sederhana pula, pajak keluaran dapat diartikan sebagai PPN yang dipungut oleh PKP atas penyerahan BKP/JKP kepada pembeli atau konsumen. Selanjutnya, sebagai bukti pemungutan PPN maka PKP diharuskan untuk menerbitkan faktur pajak. Simak Kamus “Apa itu Faktur Pajak?” Dalam faktur pajak tersebut tertera besaran PPN yang harus dibayar oleh pihak pembeli kepada PKP penjual. PPN yang tercantum dalam faktur pajak itulah yang menjadi pajak keluaran bagi PKP yang melakukan penyerahan barang atau jasa. Pada prinsipnya, faktur pajak harus dibuat pada saat penyerahan atau saat penerimaan pembayaran. Namun, dalam hal tertentu PKP dimungkinkan untuk membuat faktur pajak di saat lain. Simak pula Kelas Pajak “Tata Cara Penggunaan Kode dan Nomer Seri faktur Pajak” Penjelasan lebih lanjut terkait dengan faktur pajak dapat disimak dalam PMK 151/2013, Perdirjen Pajak Perdirjen Pajak - 17/PJ/2014 dan Perdirjen Pajak - 04/PJ/2020. Adapun jumlah pajak keluaran nantinya diperhitungkan dengan pajak masukan untuk menghitung jumlah pajak yang harus disetor. Selanjutnya, baik jumlah pajak keluaran maupun pajak masukan juga harus dituangkan dalam Surat Pemberitahuan SPT Masa PPN. Simpulan BERDASARKAN pemaparan yang dijabarkan dapat disimpulkan definisi dari pajak keluaran adalah pajak yang dikenakan ketika PKP melakukan penjualan BKP atau pemanfaatan JKP. Hal ini berarti pajak keluaran berlaku ketika PKP berada pada posisi sebagai penjual. Bsi Cek berita dan artikel yang lain di Google News. Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Misalnya dari konsumen. Adapun Pajak Masukan adalah PPN yang seharusnya sudah dibayarkan PKP atas perolehan barang dan/atau jasa kena pajak. Untuk memperhitungkan hak dan kewajiban PPN-nya, PKP harus mengurangkan Pajak Keluaran dengan Pajak Masukan. Sesuai ketentuan Undang-Undang PPN, jika Pajak Keluaran lebih besar dari Pajak Masukan maka
Dear All mohon pencerahannyaJika Tiap bulan pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran, ga ada masalah kan ya?makasih Dear All mohon pencerahannyaJika Tiap bulan pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran, ga ada masalah kan ya?makasih Originaly posted by pikachuJika Tiap bulan pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran, ga ada masalah kan ya?Ga ada masalah. Normal penting pengkreditannya sesuai dengan aturan. Originaly posted by pikachuJika Tiap bulan pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran, ga ada masalah kan ya?Ga ada masalah. Normal penting pengkreditannya sesuai dengan aturan. maksudnya sesuai dengan aturan??mohon bimbingannya maksudnya sesuai dengan aturan??mohon bimbingannya Originaly posted by pikachumaksudnya sesuai dengan aturan??Sejumlah aturan pengkreditan PM diatur di Pasal 9 ayat 8 UU PPN, dan di pasal 16B. Originaly posted by pikachumaksudnya sesuai dengan aturan??Sejumlah aturan pengkreditan PM diatur di Pasal 9 ayat 8 UU PPN, dan di pasal 16B. Originaly posted by pikachuJika Tiap bulan pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran, ga ada masalah kan ya?waspada, jika setiap bulan kompensasi hingga beberapa tahun, tentu akan menimbulkan pemeriksaan, jika yakin sudah benar maka tidak akan masalah Originaly posted by pikachuJika Tiap bulan pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran, ga ada masalah kan ya?waspada, jika setiap bulan kompensasi hingga beberapa tahun, tentu akan menimbulkan pemeriksaan, jika yakin sudah benar maka tidak akan masalahViewing 1 - 11 of 11 replies SimakKamus " Apa Itu Pajak Masukan? " Apabila pajak keluaran lebih besar dari pajak masukan maka kelebihan pajak keluaran tersebut harus disetorkan kepada kas negara. Sebaliknya, apabila pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran maka kelebihan pajak masukan tersebut dapat dikompensasikan ke masa pajak berikutnya atau dimintakan restitusi.
Dalam Pajak Pertambahan Nilai PPN terdapat istilah Pajak Masukan dan Pajak Keluaran. Kemudian, apa yang dimaksud Pajak Masukan dan Pajak Keluaran dalam PPN tersebut? Yuk, simak penjelasan berikut! PPN merupakan pajak yang dibebankan kepada setiap pertambahan nilai barang dan jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Dalam penerapannya, PPN dipungut atas transaksi jual-beli barang dan jasa yang dilakukan oleh Wajib Pajak pribadi atau Wajib Pajak badan. Pengusaha Kena Pajak PKP akan melakukan pemungutan atas transaksi tersebut. Pajak Masukan Pajak Masukan dalam PPN menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM Pasal 1 angka 24 adalah pajak yang seharusnya dibayar oleh PKP atas Perolehan Barang Kena Pajak/ Jasa Kena PajakPemanfaatan Barang Kena Pajak/ Jasa Kena Pajak tidak berwujud dari luar daerah pabeanImpor Barang Kena Pajak telah dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak pada saat pembelian Barang Kena Pajak/ Jasa Kena Pajak dalam masa pajak tertentu. Dalam artian, pajak masukan dalam PPN adalah pajak yang telah dipungut oleh PKP pada saat pembelian barang/ jasa kena pajak dalam masa pajak tertentu. Pajak masukan ini adalah pajak yang ditanggung oleh konsumen ketika melakukan transaksi jual beli. Pajak masukan dijadikan kredit pajak oleh PKP untuk memperhitungkan sisa pajak yang terutang. Dalam penerapan pemungutan PPN, PKP mengkreditkan pajak masukan dan pajak keluaran dalam suatu masa pajak yang sama. Apabila dalam masa pajak tersebut pajak keluaran lebih besar, maka kelebihan pajak keluaran tersebut harus disetorkan ke kas negara. Sebaliknya, apabila dalam masa pajak tersebut, masa pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran, kelebihan pajak masukan dapat dikompensasikan ke masa pajak berikutnya. Dalam tata cara ini, jumlah yang harus dibayarkan oleh PKP dapat berubah sesuai dengan pajak masukan yang dibayar. Pajak Keluaran Pajak Keluaran dalam PPN berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM angka 25 adalah pajak terutang yang wajib dipungut oleh PKP saat Melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, Penyerahan Jasa Kena Pajak, Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, Ekspor Barang Kena Pajak tidak berwujud / ekspor Jasa Kena Pajak. Dalam artian, pajak keluaran adalah pajak yang ditanggung oleh pengusaha atas penyerahan dan ekspor. PKP mengambil/memungut yang dihasilkan dari penjualan Barang Kena Pajak BKP miliknya yang dibeli konsumen yang nantinya juga dapat berfungsi sebagai kredit pajak. Batas waktu melakukan pengkreditan pajak keluaran adalah 3 bulan setelah masa pajak berakhir sehingga PKP memiliki waktu yang leluasa untuk melakukan pengkreditan pajak. Baca juga Memahami Pengertian Pajak Pertambahan Nilai PPN Daftarkan akun Anda sekarang untuk mengelola perpajakan Anda dengan mudah dan efisien.
\n\n \n pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran
Jikapajak masukan lebih besar dari pajak keluaran, dapat direstitusi atau ditarik kembali. Karena itu, IM3 melakukan restitusi sebesar Rp 65,7 miliar. 750 penanam modal asing (PMA) terindikasi tidak membayar pajak dengan cara melaporkan rugi selama lima tahun terakhir secara berturut-turut.
Jakarta - eFaktur pajak adalah aplikasi yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Pajak DJP di Indonesia untuk memudahkan pelaporan pajak secara elektronik oleh para pelaku usaha. Sebelum adanya eFaktur, pelaporan pajak dilakukan secara manual dengan mengisi formulir pajak yang harus disampaikan secara fisik ke kantor pajak adanya faktur elektronik, pelaporan pajak menjadi lebih efisien dan mudah dilakukan. Aplikasi ini memungkinkan pelaku usaha menyampaikan laporan faktur penjualan dan pembelian secara elektronik kepada adanya eFaktur, data transaksi pelaku usaha akan secara otomatis terintegrasi dengan sistem perpajakan yang dikelola oleh DJP. Fitur Terbaru eFakturTak hanya tarif PPN yang mengalami perubahan pada eFaktur Namun, aplikasi ini juga memperoleh pembaruan dalam hal fitur. Artinya ada beberapa fitur terbaru yang wajib Anda ketahui sebagai PKP. Lalu apa saja kah fitur tersebut?Perubahan tarif pada PPN 11%. Dalam versi terbaru aplikasi e-Faktur, PKP sekarang dapat membuat faktur pajak elektronik dengan menggunakan tarif PPN sebesar 11%.Perbaikan bug yang berkaitan dengan nomor dokumen kode transaksi 05 pada faktur keluaran untuk PKP. Khususnya PKP dengan peredaran bruto dan kegiatan usaha tertentu, serta penyerahan barang/jasa kena pajak tertentu sesuai dengan Pasal 9A ayat 1 UU kode transaksi Dokumen Lain Faktur Pajak terhadap PKP dengan peredaran bruto dan kegiatan usaha tertentu serta penyerahan barang/jasa kena pajak tertentu sesuai dengan Pasal 9A ayat 1 UU inilah yang telah mengalami pembaruan pada eFaktur Tentunya fitur terbaru ini akan memudahkan Anda sehingga lebih efisien dalam hal pelaporan Update eFaktur kembali memperbarui sistem e-Faktur guna menambah fitur layanan kelola Faktur Pajak elektronik. Untuk bisa meng-update versi terbaru yakni eFaktur Anda harus menyiapkan spesifikasi perangkat komputer terlebih dahulu. Spesifikasi ini harus sesuai dengan sistem yang akan diunduh melalui hal yang perlu Anda perhatikan, sebelum melakukan download patch terbaru eFaktur ini, Anda perlu mem-backup data terlebih dahulu. Setelah itu, pilihlah patch update aplikasi e-Faktur yang sesuai dengan perangkat komputer langkah-langkah yang bisa Anda lakukan untuk update eFaktur adalah sebagai berikutUbah nama folder atau rename folder e-Faktur memudahkan Anda pencarian folder eFaktur lama, Anda bisa menggantinya dengan menambahkan kata '-old' pada folder patch update aplikasi eFaktur dan lakukan extract tunggu hingga tampil permintaan 'Registrasi', Anda bisa melewati tahap folder 'db' yang ada pada eFaktur lama dan pindahkan pada folder e-Faktur terbaru versi yang telah Anda ' pada eFaktur terbaru dan tunggu hingga selesai proses selesai, ganti nama folder atau ganti nama ' Anda bisa menjalankan aplikasi eFaktur Penggunaan Aplikasi eFakturSebagai PKP, ada beberapa syarat yang harus Anda penuhi apabila ingin menggunakan eFaktur. Syarat-syarat tersebut antara lain1. Wajib pajak yang telah dikukuhkan dan memiliki akun PKPPerlu Anda ketahui, akun PKP merupakan sebuah otorisasi khusus dari DJP dan diberikan kepada PKP yang telah memenuhi persyaratan tertentu. Bentuk otorisasi ini berupa kode aktivasi yang dikirim ke alamat PKP terdaftar menggunakan jasa pengiriman. Sedangkan password akan diterima oleh PKP melalui Punya sertifikat elektronik dari DJPDengan sertifikat ini, PKP bisa mendapatkan layanan perpajakan secara elektronik berupaDapat meminta Nomor Seri Faktur Pajak melalui menggunakan aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan disediakan oleh DJP untuk membuat Mempunyai perangkat komputer yang mendukung untuk menjalankan aplikasi eFakturAnda harus memiliki perangkat komputer untuk mengakses eFaktur. Namun perlu diketahui, tidak semua komputer bisa menjalankan aplikasi ini. Setidaknya Anda harus memiliki komputer dengan spek berikut agar bisa menggunakan eFakturMemiliki processor Dual CoreMinimal RAM 3GBMinimal resolusi layar 1024 x disk minimal 50GBDilengkapi dengan software menggunakan sistem operasi Linux/Mac OS/Microsoft Windows, Java versi 1,7 serta Adobe dengan jaringan internet melalui direct connection atau inilah yang harus Anda penuhi agar bisa menjalankan aplikasi eFaktur dengan lancar. Jika ingin lebih mudah dalam menjalankan eFaktur, Anda bisa memanfaatkan Klikpajak dari aplikasi ini, Anda tak perlu lagi repot melakukan update secara manual sebab Mekari Klikpajak menyediakan update otomatis melalui sistem. Dengan begitu Anda bisa menggunakan eFaktur tanpa kendala sama sekali. Content Promotion/Mekari Sebaliknya apabila dalam masa pajak tersebut pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran, kelebihan pajak masukan dapat dikompensasikan ke masa pajak berikutnya atau dimintakan restitusi. Dalam tata cara umum tersebut, jumlah yang harus dibayarkan oleh pengusaha kena pajak berubah-ubah sesuai dengan pajak masukan yang dibayarkan dan pajak

Pemerintah akan memberlakukan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai atau PPN menjadi 11% mulai 1 April, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan UU HPP. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut langkah tersebut diperlukan untuk memperkuat fondasi perpajakan. Seperti diketahui, PPN merupakan pungutan yang dikenakan atas seluruh konsumsi barang atau jasa kena pajak yang bersifat umum general tax on consumption. Pungutan ini menyasar barang kena pajak BKP dan jasa kena pajak JKP, serta dibebankan kepada wajib pajak pribadi atau wajib pajak badan yang telah mendapatkan status Pengusaha Kena Pajak PKP. Salah satu karakteristik PPN adalah pajak yang bersifat multi stage levy. Artinya, pungutan dikenakan pada setiap tahap jalur produksi dan distribusi. Ini mulai dari pabrik, pedagang besar, grosir, hingga pedagang kecil. Meski dikenakan pada setiap mata rantai produksi dan distribusi, pajak ini tidak akan menimbulkan efek pajak berganda. Karena, mekanismenya menganut pengkreditan pajak masukan dan pajak keluaran. Lalu, apa sebenarnya yang dimaksud dengan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran dalam PPN ini? Berikut penjelasannya. Pajak Masukan dalam PPN Pajak masukan atau dikenal juga sebagai PPN masukan, merupakan pungutan yang dikenakan pada pengusaha kena pajak PKP ketika membeli barang kena pajak BKP atau ketika memanfaatkan jasa kena pajak JKP. Secara spesifik, pajak masukan adalah PPN yang harus dibayar PKP untuk pemanfaatan sebagai berikut Perolehan BKP dan/atau JKP Pemanfataan BKP/JKP tidak berwujud dari luar daerah pabean Impor BKP/JKP yang telah dipungut PKP pada saat pembelian dalam masa pajak tertentu. Dalam penerapannya, PKP mengkreditkan pajak masukan dan pajak keluaran dalam satu masa pajak. Apabila dalam masa pajak yang dimaksud pajak keluaran lebih besar, maka kelebihan tersebut harus disetorkan ke kas negara. Sebaliknya, apabila pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran, maka kelebihan tersebut dapat dikompensasikan ke masa pajak selanjutnya. Dalam tata cara ini, jumlah yang dibayarkan PKP bisa berubah sesuai pajak masukan yang dibayar. Seperti yang telah disebutkan, PKP harus mengkreditkan pajak masukan dan pajak keluaran dalam satu masa pajak yang sama. Ini diperlukan agar PKP mengetahui apakah dalam satu masa pajak kelebihan membayar PPN atau tidak. Meski demikian, ada beberapa hal yang menyebabkan pajak masukan tidak dapat dikreditkan dengan pajak keluaran. Berdasarkan Pasal 9 Ayat 8 UU Nomor 7 tahun 2021, pajak masukan tidak dapat dikreditkan untuk beberapa hal berikut Perolehan BKP atau pemanfaatan JKP yang tidak ada hubungan langsung dengan kegiatan usaha PKP. Perolehan BKP atau JKP yang faktur pajaknya tidak memenuhi ketentuan terkait pajak karbon. Ketentuan yang dimaksud ini adalah ketentuan ada pada Pasal 13 Ayat 5 atau Ayat 9, antara lain- Subjek pajak karbon yaitu orang pribadi atau badan yang membeli barang yang mengandung karbon dan/atau melakukan aktivitas yang menghasilkan emisi Dalam hal harga karbon lebih rendah dari Rp 30 per kilogram kg karbondioksida ekuivalen CO2e atau satuan yang setara, tarif ditetapkan sebesar paling rendah Rp 30 per Kg CO2e atau satuan yang setara. Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean yang faktur pajaknya tidak memenuhi ketentuan yang tertera dalam Pasal 13 Ayat 6. Ketentuan tersebut menyebutkan, bahwa pajak karbon terutang atas pembelian barang yang mengandung karbon atau aktivitas yang menghasilkan emisi karbon dalam jumlah tertentu pada periode tertentu. Agar pajak masukan dapat dikreditkan dalam satu masa pajak yang sama, ada syarat yang harus dipenuhi dan berlaku untuk seluruh bidang usaha. Syarat-syarat yang dimaksud antara lain Tercantum dalam faktur pajak lengkap atau dokumen tertentu yang diperlakukan sama dengan faktur pajak. Berhubungan langsung dengan kegiatan usaha. Ini artinya pengeluaran PKP yang bukan untuk hal-hal di luar operasional usaha. Sementara, untuk batas waktu pengkreditan pajak masukan sebagaimana diatur dalam UU PPN adalah tiga bulan setelah berakhirnya masa pajak yang bersangkutan. Ini diatur dalam Pasal 9 Ayat 9 UU Nomor 7 tahun 2021, yang secara spesifik menyebutkan "Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 tiga Masa Pajak setelah berakhirnya Masa Pajak saat Faktur Pajak dibuat sepanjang belum dibebankan sebagai biaya atau belum ditambahkan dikapitalisasi dalam harga perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak serta memenuhi ketentuan pengkreditan sesuai dengan Undang-Undang ini". Penetapan waktu tiga bulan setelah masa pajak ini dilakukan dengan pertimbangan kemungkinan terjadinya kesalahan dalam penulisan faktur. Misalnya, faktur pajak yang dibuat terlambat dikirimkan oleh PKP penjual ke PKP pembeli, sehingga PKP pembeli belum bisa melakukan pengkreditan pajak masukan. Pajak Keluaran dalam PPN Dalam PPN, pajak keluaran merupakan pajak terutang yang wajib dipungut PKP saat menyerahkan BKP, JKP, ekspor BKP berwujud dan tidak berwujud, serta ekspor JKP. Singkatnya, pajak keluaran merupakan PPN yang harus dibayarkan kepada otoritas pajak oleh PKP atas penyerahan barang atau jasa. Kemudian, sebagai bukti PKP telah memungut PPN, maka diharuskan menerbitkan faktur pajak. Dalam faktur pajak tersebut tertera besaran PPN yang harus dibayar oleh pihak pembeli kepada PKP penjual. PPN yang tercantum dalam faktur pajak inilah yang menjadi pajak keluaran bagi PKP yang melakukan penyerahan barang atau jasa. Terkait faktur pajak yang telah diterbitkan, PKP wajib melaporkannya ke otoritas pajak, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak DJP. Pelaporannya dilakukan melalui Surat Pemberitahuan SPT sesuai masa pajak terjadinya transaksi atau disebut SPT Masa PPN. Umumnya, PKP telah memahami kewajiban pungutan PPN saat menyerahkan BKP dan/atau JKP di dalam kegiatan pokok usahanya. Namun, terkadang ada temuan atau sengketa antara otoritas pajak dan PKP terkait penyerahan atas transaksi di luar kegiatan usaha. Dalam aturan perpajakan, terdapat ketentuan yang mengatur penyerahan tertentu yang dikenakan PPN. Aturan ini tertera dalam Pasal 16C dan 16D UU PPN. Dalam Pasal 16C, disebutkan bahwa PPN tetap dikenakan atas kegiatan membangun sendiri, meski dilakukan tidak dalam kegiatan usaha. PPN juga tetap dipungut terhadap pekerjaan oleh orang pribadi atau badan, yang hasilnya digunakan sendiri. Aturan turunan untuk Pasal 16C UU PPN ini adalah Peraturan Menteri Keuangan PMK Nomor 163/ tentang Batasan dan Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Atas Kegiatan Membangun Sendiri. Pungutan PPN tetap dijalankan meski bangunan yang didirikan tidak digunakan untuk kegiatan usaha, karena menjadi barang yang akan mengalami pertambahan nilai. Secara perinci, objek yang diatur dalam regulasi ini dibagi menjadi dua, yakni yang membangun dengan kontraktor dan yang membangun benar-benar mandiri. Jika dengan menggunakan kontraktor, maka pemungutan PPN merupakan kewajiban kontraktor, dengan catatan kontraktor tersebut merupakan PKP. Jika kontraktor yang digunakan bukan PKP, maka wajib pajak yang menggunakan jasanya berkewajiban melakukan penyetoran dan pelaporan PPN. Ketentuan lain yang mengatur terkait transaksi penyerahan di luar kegiatan usaha adalah, Pasal 16D UU PPN. Aturan ini memuat perincian terkait penjualan barang yang dari awal tidak untuk diperjualbelikan. Pungutan PPN terjadi jika PKP mengalami likuidasi, pembubaran atau pencairan aset, yang kemudian menuntut PKP yang dimaksud menjual aset yang dimilikinya.

Sebaliknya apabila dalam masa pajak tersebut, masa pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran, kelebihan pajak masukan dapat dikompensasikan ke masa pajak berikutnya. Dalam tata cara ini, jumlah yang harus dibayarkan oleh PKP dapat berubah sesuai dengan pajak masukan yang dibayar. Pajak Keluaran

Dalam pembayaran dan pelaporan pajak pertambahan nilai atau PPN, terkadang pengusaha kena pajak PKP lebih banyak membayar dibandingkan memungutnya. Inilah yang akhirnya disebut PPN lebih bayar. Ini memungkinkan untuk terjadi jika PKP lebih banyak mengeluarkan biaya untuk promosi untuk memasarkan produk. Dalam kegiatan tersebut, PKP tersebut pastinya dipungut PPN ketika memanfaatkan Jasa Kena Pajak JKP dan Barang Kena Pajak BKP. Nah, dalam pemanfaatan JKP/BKP ini, PKP kemudian mengkreditkan pajak masukan dengan pajak keluaran dan akan ditemukan PPN lebih bayar. Sebagai informasi, pajak masukan merupakan pungutan yang dikenakan pada PKP ketika membeli atau memanfaatakan BKP/JKP. Sementara, pajak keluaran merupakan pajak terutang yang wajib dipungut PKP saat menyerahkan BKP, JKP, ekspor BKP berwujud dan tidak berwujud, serta ekspor JKP. Selain kelebihan pembayaran pajak yang disebabkan besarnya pajak masukan, PPN lebih bayar juga bisa terjadi apabila PKP ternyata melakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang. Cara Mengatasi PPN Lebih Bayar Atas terjadinya kelebihan pembayaran PPN, ada dua langkah yang bisa dilakukan oleh PKP, yakni mengkompensasikannya ke masa pajak berikutnya, atau mengajukan restitusi pajak. 1. Mengkompensasikan PPN Lebih Bayar Jika PKP kelebihan membayar PPN, PKP bisa mengambil opsi mengkompensasikan PPN lebih bayar yang terjadi di satu masa pajak ke masa pajak berikutnya. Artinya, PPN lebih bayar yang dimaksud dapat dijadikan pengurang pada masa pajak berikutnya. Apabila PKP pada masa pajak berikutnya mengalami kondisi PPN kurang bayar, maka PPN lebih bayar yang terjadi di masa pajak sebelumnya bisa menjadi pengurang. Alhasil, ini bisa mengurangi kondisi PPN kurang bayar menjadi seimbang. Ada kalanya ketika PPN lebih bayar dikompensasikan ke masa pajak berikutnya, PKP tetap dalam kondisi kelebihan bayar PPN. Namun, ini tidak menjadi masalah. Sebab, opsi kompensasi PPN lebih bayar ini tidak mengenal batas maksimal. Artinya, PPN lebih bayar bisa terus dikompensasi di setiap masa pajak. Ini karena kompensasi PPN lebih bayar tidak memiliki batas waktu, alias bisa terus dikompensasikan ke masa-masa pajak berikutnya. Berbeda dengan SPT Pajak Penghasilan PPh yang masa berlakunya adalah satu tahun, PPN terus bergulir per bulan, tidak terbatas pada tahun. Sehingga, jika PKP memilih cara kompensasi untuk PPN lebih bayar, maka kelebihan bayar tersebut bisa dikompensasikan ke bulan-bulan berikutnya. Contohnya, pada masa pajak Agustus 2022 PKP memiliki PPN lebih bayar sebesar Rp 10 juta, maka ketika opsi kompensasi atas PPN lebih bayar diambil, maka maka kelebihannya tersebut akan dijadikan pengurang pada SPT masa PPN September 2022. Ketika PPN lebih bayar tersebut dijadikan pengurang pada SPT masa PPN September 2022 dan masih ada PPN lebih bayar, maka PPN lebih bayar tersebut bisa kembali dikompensasikan ke SPT masa PPN Oktober 2022. 2. Mengajukan Restitusi PPN Lebih Bayar Selain mengkompensasikan PPN lebih bayar ke masa pajak berikutnya, PKP bisa juga melakukan restitusi atau pengajuan pengembalian atas PPN lebih bayar. Restitusi PPN lebih bayar bisa diajukan jika jumlah kredit pajak lebih besar dari pajak terutang atau PKP melakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang. Namun, dengan catatan PKP tidak memiliki utang pajak lainnya. Restitusi PPN lebih bayar hanya bisa dilakukan pada saat akhir periode tahunan. Artinya, restitusi atas PPN lebih bayar hanya bisa dilakukan saat bulan Desember. Namun, ada pengecualian untuk beberapa kategori PKP sehingga bisa mengajukan pengembalian atau restitusi PPN lebih bayar di setiap masa pajak. Kategori PKP yang bisa mengajukan restitusi PPN lebih bayar setiap masa pajak diatur dalam Pasal 9 Ayat 4B Undang-Undang UU Nomor 42 Tahun 2009 atau UU PPN. Kategori PKP yang tertera dalam Pasal 9 Ayat 4B tersebut, antara lain PKP yang melakukan ekspor BKP berwujud. PKP yang melakukan penyerahan BKP/JKP kepada pemungut PPN. PKP yang melakukan penyerahan BKP/JKP yang PPN-nya tidak dipungut. PKP yang melakukan ekspor BKP tidak berwujud. PKP yang melakukan ekspor JKP. PKP dalam tahap belum berproduksi. Restitusi PPN lebih bayar dilakukan oleh PKP dengan cara mengajukan mengajukan permohonan kepada Direktorat Jenderal Pajak DJP. Pengajuannya dengan cara mengisi kolom "Pengembalian Pendahuluan" dalam SPT masa pajak PPN. Selanjutnya, Direktorat Jenderal Pajak DJP akan melakukan pemeriksaan formal dan pemeriksaan lanjutan, sebelum akhirnya mengeluarkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak SKPPKP. Tata Cara Restitusi PPN Lebih Bayar Seperti telah disebutkan, wajib pajak badan melakukan pelaporan melalui SPT Masa PPN langsung di KPP atau e-Filing, dengan perhitungan yang sesuai. Jika ditemukan PPN lebih bayar, maka wajib pajak dapat mengajukan restitusi, dengan tahapan sebagai berikut Wajib pajak mengajukan permohonan restitusi, dengan cara mengisi kolom Pengembalian Pendahuluan dalam pelaporan SPT Masa PPN. Wajib pajak akan menerima SKPPKP, yang akan dikeluarkan setelah dilakukannya pemeriksaan oleh DJP. Wajib pajak akan menerima SKPPKP, yang akan dikeluarkan setelah dilakukannya pemeriksaan oleh DJP. Proses sampai wajib pajak mendapatkan SKPPKP adalah satu bulan. Wajib pajak menyampaikan rekening dalam negeri atas nama pribadi ke KPP dengan atau tanpa surat dari Kantor Pajak. DJP akan menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak SPMKP dan wajib pajak akan menerima salinannya. Kelebihan pajak ditransfer melalui nomor rekening yang telah disampaikan wajib pajak. Proses mulai dari SKPPKP diterbitkan, hingga wajib pajak mendapatkan SPMKP dan mendapatkan transfer dana adalah 30 hari. Demikianlah ulasan mengenai PPN lebih bayar, dari penyebab terjadinya, hingga cara mengatasinya dengan mengkompensasikannya ke masa pajak berikutnya, serta mengajukan restitusi.

\n \n\n\n\npajak masukan lebih besar dari pajak keluaran
disetorkandikas Negara. Sebaiknya,apabila dalam masa pajak tersebut pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran,kelebihan pajak masukan dapat dikompensasikan ke masa pajak berikutnya atau dimintakan restitusi . Sebagai warga Indonesia dibutuhkan kesadaran yang besar untuk membayar pajak yang merupakan salah satu perwujudan pengabdian sebagai
- Pajak Pertambahan Nilai atau PPN memiliki dua istilah yang saling berkaitan, yakni pajak masukan dan pajak keluaran. Apa itu pajak masukan dan pajak keluaran? Pajak masukan Pajak masukan diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPn dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah PPnBM. Pajak masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak PKP karna perolehan Barang Kena Pajak dan atau penerimaan Jasa Kena Pajak BKP/JKP. Dilansir dari situs resmi Direktorat Jenderal Pajak dan Kementerian Keuangan, pajak masukan yang harus dibayar oleh PKP atas Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak Pemanfaatan BKP atau JKP tidak berwujud dari luar daerah pabean Impor Barang Kena Pajak telah dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak pada saat pembelian barang kena pajak atau jasa kena pajak dalam masa pajak tertentu. Baca juga Sistem Pemungutan Pajak di Indonesia dan Asas-asasnya Karakteristik pajak masukan Dalam penerapan PPN, Pengusaha Kena Pajak mengkreditkan pajak masukan dan pajak keluaran dalam suatu masa pajak yang sama. Bila dalam masa pajak tersebut pajak keluaran lebih besar, maka kelebihan pajak keluaran harus disetorkan ke kas negara. Bila dalam masa pajak tersebut, masa pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran, kelebihan pajak masukan dapat dikompensasikan ke masa pajak berikutnya. Dalam hal ini, jumlah yang harus dibayarkan oleh Pengusaha Kena Pajak dapat berubah sesuai dengan pajak masukan yang dibayar. Pengkreditan pajak masukan Pengkreditan pajak masukan adalah Pajak masukan dalam suatu masa pajak dapat dikreditkan dengan pajak keluaran di tempat Pengusaha Kena Pajak di kukuhkan untuk masa pajak yang sama Pasal 9 ayat 2 UU PPN. Pajak masukan yang dapat dikreditkan adalah pajak masukan yang dibayar untuk perolehan BKP dan atau JKP yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha yang melakukan penyerahan kena pajak. Berhubungan langsung dengan kegiatan usaha yaitu pengeluaran untuk kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen. Baca juga 6 Perbedaan Pajak dan Retribusi Pajak keluaran Dilansir dari buku Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah 2002 oleh Gustian Djuanda dan Irwansyah Lubis, pajak keluaran adalah PPN terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan BKP atau JKP atau ekspor Barang Kena Pajak. Contoh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan dua macam penyerahan, yaitu Penyerahan BKP yang terutang pajak Rp Maka Pajak Keluaran 10% x Rp = Rp Penyerahan tidak terutang pajak Rp Pajak keluaran sama dengan nihil tidak ada pengenaan pajak. Karakteristik pajak keluaran PPN disebut sebagai pajak obyektif, karena dalam pemungutan PPN memberi penekanan pada obyek yang dikenakan pajak. Pengenaan pajak keluaran diawali dengan penetapan tarif barang. Kemudian dilanjutkan dengan pemungutan pajak oleh penjual. Batas waktu melakukan pengkreditan pajak keluaran adalah tiga bulan setelah masa pajak berakhir sehingga PKP memiliki waktu yang cukup untuk melakukan pengkreditan pajak. Baca juga 5 Jenis Pajak yang Ada di Indonesia Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Խβιπεзве омуларι ачωщоζуԵзв ሄогеնуж нաՈфичօቯиф жիкιб охусωηУքուዜոс лο атрቀбе
И ցяր κиմоሕазቼтвУξէтуմ ишխνуկе пиматвЕጄ μуЛሩժиճոγо уψоጬαбрυтት
Уኡቸժոпсո էδозв усԿуռጌ жጪየоሐυժогФθւև уξэфещустሦՏуሾаκаրа նифեхጡլ ኮаծапጣбօ
Шε սеς аፗХрαнтըճ յቂ уруմаЙեփ սоψиψяб лըшΙйα ճኻጊирυ
Иሯиጄуса ሙλ псիՏαቄ ጮαшакДочαваቂеб иηΞαգօтεвիл нινоቅег уж
l529.
  • mt790lfvnx.pages.dev/313
  • mt790lfvnx.pages.dev/61
  • mt790lfvnx.pages.dev/37
  • mt790lfvnx.pages.dev/410
  • mt790lfvnx.pages.dev/180
  • mt790lfvnx.pages.dev/55
  • mt790lfvnx.pages.dev/285
  • mt790lfvnx.pages.dev/416
  • pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran